A. Pendahuluan
Dosa
adalah perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik secara sengaja maupun tidak
sengaja yang menyimpang dari ketentuan Allah SWT. Dosa dibagi menjadi dosa
kecil dan dosa besar. Dosa kecil merupakan dosa yang kecil skalanya dan
mendapat balasan yang juga kecil. Sedangkan dosa besar merupakan dosa yang
besar skalanya dan mendapat balasan setimpal juga.
Sebagai
muslim yang baik, kita harus senantiasa menjaga perbuatan kita supaya terhindar
dari perbuatan-perbuatan yang menjadi larangan Allah SWT. Untuk menghindari
dari perbuatan dosa, kita selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dan
meminta perlindungan-Nya dari godaan setan yang membujuk untuk melakukan dosa,
baik dosa kecil maupun besar. Kali ini akan dibahas mengenai dosa besar yang
sudah menjadi kebiasaan pada kehidupan masyarakat khususnya masyarakat muslim.
B. Teks
Hadis dan Terjemah.
حَدِيثُ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،
قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكَبَائِرِ،
قَالَ: «الإِشْرَاكُ بِاللهِ، وَعُقُوقُ الْوالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ،
وَشَهادَةُ الزّورِ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾
Terjemah:
“Ĥadīś riwayat Anas rađiyaLlāhu ‘anhu,
ia berkata; Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam ditanya tentang kaba’ir (dosa-dosa
besar). Maka Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua
orangtua, membunuh orang dan bersumpah palsu” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no.
2459).”
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:
«اجْتَنِبُوا السَّبْعَf الْمُوبِقَاتِ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَما هُنَّ؟
قَالَ: «الشِّرْكُ بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتي حَرَّمَ اللهُ
إِلاَّ بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي
يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِناتِ الْغافِلَاتِ».
﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾
Terjemah:
“Ĥadīś riwayat Abū Hurairah
rađiyaLlāhu ‘anhu dari Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”. Para sahabat bertanya: “Wahai
Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh
jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak
yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu’min yang suci
berbuat zina”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2560)”
C. Arti
Kosa Kata atau Kata Kunci :
Kosa
Kata
|
Arti
|
Kosa
Kata
|
Arti
|
الْكَبَائِرِ
|
Dosa-dosa
besar
|
التَّوَلِّي
|
Berpaling/melarikan
diri
|
عُقُوقُ
|
Durhaka
|
يَوْمَ الزَّحْفِ
|
Waktu
perang
|
الزّور
|
Palsu/miring
|
قَذْفُ
|
Menuduh
|
|
|
الْمُحْصَنَاتِ
|
Wanita
yang sudah menikah
|
D. Syarah
atau Penjelasan Hadis
·
Hadis pertama;
Dalam hadis di atas diterangkan empat macam dosa
besar, yaitu menyekutukan Allah, durhhaka kepada orang tua, membunuh jiwa
manusia tanpa hak, dan menjadi saksi palsu. Dibawah ini akan di jelaskan secara
singkat.
1. Syirik
(menyekutukan Allah)
Menurut
bahasa, syirik brarti persekutuan atau bagian, sedangkan menurut istilah agama
adalah mempersekutukan Allah SWT dengan selain Allah (makhluk-Nya). Sebagian
ulama berpendapat bahwa syirik adalah kufur atau satu jenis kekufuran.
Syirik
dalam pembahasan ini adalah syirik besar bukan syirik keci (riya), syirik di sini
adalah mempersekutukan Allah dengan selain-Nya, yaitu memuja-muja dan menyembah
makhluk-Nya seperti pada batu besar, kayu, matahari, bulan, nabi, kyai (alim
ulama), bintang, raja dan lain-lain. [1]
Syirik dikategorikan
sebagai dosa paling besar yang tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Allah
berfirman:
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ
وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ ..
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
orang yang menyekutukan-Nya dan Tuhan mengmpuni dosa selain itu bagi orang yang
di kehendaki oleh-Nya. (Q.S. An-Nisa: 48)
2. Durhaka
terhadap Kedua Orang Tua.
Orang
yang durhaka kepada kedua orang tuanya berarti telah melakukan dan ia akan
mendapat hukuman berat di hari kiamat nanti. Bahkan, ketika hidup di dunia pun,
ia akan mendapat azab-Nya.
Alah SWT mewajibkan
setiap anak untuk berbakti kepada ibu-bapaknya. Bagaimanapun keberadaan
seseorang di muka bum tidak terlepas dari peran ibu dan bapaknya. Ibunya yang
telah mengandung dan bapaknya lelah untuk membiayai anaknya.
Allah SWT berfriman:
وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ
لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَىَّ الْمَصِيرُ
Artinya:
“Dan
kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya.
Ibunya telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanyalah kepada-Kulah kamu semuanya kembali.”
(Q.S.
Lukman: 14)
Setiap
anak tidak boleh menyakiti kedua ibu bapaknya, baik dengan perkataan maupun
perbuatan, baik secara langsung maupun tidk langsung. Bahkan, dalam Al-Quran
disebutkan bahwa seorang anak tidak boleh mengatakan “ah”,
Dalam
Al-Quran banyak sekali ayat yang menerangkan keharusan berbuat baik terhadap
orang tua. Menurut Ibn Abas, dalam Al-Quran ada tiga hal yang selalu dikaitkan
penyebutannya dengan tiga hal lainya, sehingga tidak dapat dipisahkan antara
yang satu dan lainya, yaitu:
a. Taat
kepada Allah dan Rasul-Nya.
b. Dirikan
shalat dan keluarkan zakat.
c.
Bersyukur kepada Allah dan kedua orang tua.
Hal itu menandakan
bahwa peran dan kedudukan orang tua sangat tinggi di hadapan Allah SWT.
Allah
SWT sangat murka terhadap orang yang menyakiti orang tuanya sendiri dan
mengharamkannya untuk masuk surge meskipun I sangat rajin beribadah.
Sebagaimana kisah seorang sahabat yang mengalami kesulitan untuk meninggal
dunia karena ibunya murka kepadanya dan setelah ibunya memaafkan dosa anaknya,
setelah Rasulullah SAW berkata kepadanya bahwa anaknya akan dibakar, sahabat
terebut meninggal dengan mudah.
Setiap
anak harus selalu ingat bahwa pengorbanan kedua orng tuanya sangatlah besar,
bahkan tidak mungkin dapat dibalas dengan harta sebesar apapun. Alangkah kejam
dan tidak berakalnya orang yang berani menyakiti hati kedua orang tuanya
sendiri.
Tidak
heran, jika Allah SWT, memberikan keistimewaan kepada setiap orang tua,
terutama seorang ibu yang disakiti oleh anak sendiri dengan mengabulkan doanya.
Dengan demikian, jika orang tuanya mendoakan agar anaknya celaka, sang anak
dipastikan akan celaka.[2]
3. Membunuh
Jiwa Manusia
Maksud
membunuh dalam pembahasan ini adalah jiwa yang diharamkan tanpa hakndengan
sengaja (Q.S. 25: 68-70). Orang yang berbuat seperti itu akan dimasukkan ke
neraka Jahanam dan kekal di dalamnya. Sebagaimana firman Allah:
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا
فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ
وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
Artinya:
“Barang
siapa yang membunuh orang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah
neraka jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutuknya
serta menyediakan azab yang besar baginya.”
(Q.S. An-Nisa: 93)
Sebagaimana
halnya perbuatan musyrik, membunuh orang ukmin dengan sengaja juga termasuk
dosa yang kemungkinan besar tidak akan mendapat ampunan-Nya. [3]
4. Kesaksian Palsu
Maksud
dari kesaksian palsu adalah orang yang berdusta ketika diminta oleh hakim untuk
menerangkan suatu kejadian yang ia ketahui sehubungan dengan pengadilan
terhadap seseorang. Kesaksian dalam suatu pengadilan sangat penting karena
sangat membantu hakim dalam memutuskan perkara sehingga keputusannya adil dan
hak-hak orang lain tidak terampas atau teraniaya. Dengan demikian, orang yang
bersaksi palsu sesungguhnya telah merusak hak orang lain untuk mendapat
keadilan. Orang yang bersaksi palsu diancam dengan siksaan pedih. Oleh karena
itu, diharuskan untuk menjauhinya, [4]
sebagaimana firman-Nya:
فاجتنبوا الرجس من الاوثان واجتنبوا
Artinya:
“..Maka
jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan
dusta.’
(Q.S. Al-Hajj: 30)
E. Syarah
atau Penjelasan Hadis
·
Hadis kedua;
Dalam
hadis di atas diterangkan empat macam dosa besar, yaitu berbuat sihir, memakan
harta riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari perang (jihad),
menuduh wanita mukminat yang baik-baik (berkeluarga) dengan tuduhan zina.
Dibawah ini akan di jelaskan secara singkat.
1. Berbuat
sihir
Sihir
yang
dimaksud dlam bahasan ini adalah tata cara yang bertujuan merusak rumah tangga
orang lain atau menghancurkan orang lain dengan jalan meminta bantuan kepada
setan. Hl ini termasuk perbuatan terlarang dan dosa besar. Orang yang sering
melakukan sihir pun termasuk golongan orang-orang yang tidak dapat masuk surga.
[5]
Rasulullah SAW
bersabda yang artinya:
“Ada tiga golongan yang tidak dapat
masuk surga, yaitu peminum khamar, orang ynag memutuskan hubungan tali
persaudaraan, dan orang yang membenarkan sihir.” (H.R Ahmad dan Hakim)
2.
Memakan harta riba
Riba
menurut
bahasa adalah tambahan, sedangkan
mengenai definisi riba menurut
syara’, secara umum riba diartikan
sebagai untang-piutang atau pinjam-meminjam uang atau barang yang disertai
dengan tambahan bunga.
Menurut Syamsuddin (2011: 440), riba
adalah kelebihan sepihak yang dilakukan oleh salah satu dari dua orang yang
bertransaksi.[6]
Agama
Islam dengan tegas melarang umatnya memakan riba. Sebagaimana firman-Nya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ
تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah
supaya kamu mendapat keberuntungan” (Q.S. Ali-Imran:130).
Orang-orang yang memiliki komitmen
tinggi terhadap islam, tidak pernah meragukan sedikit pun semua produk hokum
yang ada didalamnya karena mereka meyakini bahwa Allah yang telah memberikan
tuntunan dan pedoman adalah zat yang telah menciptakan mereka, yang mengatur
mereka. Allah mengharamkan riba, bagi seorang yang beriman kepada-Nya
berkeyakinan bahwa itulah yang terbaik untuknya dan masyarakat-Nya. Pengharaman
riba paling tidak menimbulkan faidah, jika larangan itu tetap dilanggar, pasti
akan menimbulkan banyak resiko.[7]
3. Memakan
harta anak yatim
Anak
yatim adalah anak yang ditinggal mati ayahnya ketika ia
masih kecil atau dengan kata lain ditinggal mati oleh orang yang menanggung
nafkahnya. Karena dalam islam penanggung jawab untuk mencari nafkah adalah
ayah.
Memakan harta anak yatim dilarang
apabila dilakukan secara zalim, seperti firman-Nya:
إِنَّ
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي
بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Artinya:
“sesungguhnya orang-orang yang memakan
harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api neraka sepenuh
perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (Q.S.
An-Nisa; 10)
Islam sangat memperhatikan nasib anak
yatim. Allah SWT memberikan pahala yang besar kepada siapa saja yang memelihara
anak yatim. Nabi akan berada di sisi orang yang memelihara anak yatim dan jarak
antara beliau dengannya bagaikan antara dua jari. Selain itu Allah SWT akan
mencukupkan orang yang memelihara anak yatim, dan menjanjikan pahala surga. [8]
4. Melarikan
diri dari perang (jihad)
Islam mewajibkan umatnya untuk
memelihara, menjaga, mempertahankan, dan membela agamanya. Sebagaimana
firman-Nya
وَمَن يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ
إِلاَّ مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَآءَ
بِغَضَبٍ مِّنَ اللهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Artinya:
“Barang siapa membelakangi mereka
(mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak
menggabungkan diri dengan pasukann lain, maka sesungguhnya orang itu kembali
dengan membawa kemurkaan dari Allah. Dan tempatnya ialah neraka jahanam, dan
amat buruklah tempat kediaman itu.” (Q.S. Al-Anfal: 16)
Orang
yang lari dari perang (jihad) telah
menipu dirinya sendiri dan telah berkhianat kepada Allah SWT. Dan ia dianggap
tidak lagi meyakini kemahakuasaan Allah SWT. Yang senantiasa menolong setiap
hamba-Nya yang sedang berjuang menegakkan agama Allah SWT. Oleh karena itu
meninggalkan medan jihad tanpa alas an yag dapat diterima akal termasuk dosa
besar dan pelakunya akan mendapat azab Allah SWT.[9]
5.
Menuduh wanita mukminat yang baik-baik
(berkeluarga) dengan tudahan zina.
Perempuan
baik-baik dalam Islam ialah seorang mukminat yang senantiasa taat kepada Allah
SWT dan menjaga kehormatannya dari perbuatan keji (zina). Apabila wanita
seperti itu dituduh zina tanpa disertai syarat yang ditetapkan syara’, seperti
mendatangkan saksi dan menyaksikan dengan kepala sendiri, maka penuduhnya wajib
didera delapan puluh kali dan kesaksiannya tidak boleh diterima selama-lamanya.
[10]
Allah berfirman:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ
لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَآءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً
وَلاَتَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya:
“dan orang-orang yang menuduh
wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, an
janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah
orang-orang yang fasik” (Q.S. An-Nur: 4)
Menurut Kamal, orang
yang menuduh seorang muslim melakukan perzinaan atau perbuatan yang mengarah
kepada perbuatan zina seperti mengingkari nasab yang terpelihara dari bapaknya
dan tidak mampu membuktikan dakwaannya, maka Allah SWT menetapkan tiga hukuman
kepadanya sesuai dengan nash Al – Quran yang jelas dan dapat dijadikan pedoman.[11]
Menurut
Syamsuddin, Azab Allah akan datang pada negeri yang didalamnya terdapat
orang-orang yang banyak berbuat maksiat. Untuk itu saling mengingatkan dalam
kebaikan agar terhindar dari azab Allah adalah sebuah keniscayaan bagi manusia.
[12]
F. Kesimpulan
Dosa besar diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis, yaitu:
1. Menyekutukan
Allah SWT.
2. Syirik
(menyekurtukan Allah).
3. Durhaka
terhadap orang tua.
4. Membunuh
jiwa manusia.
5. Berbuat
sihir.
6. Memakan
harta riba.
7. Memakan
harta anak yatimmelarikan diri dari perang.
8. Menuduh
wanita mukminat yang baik-baik dengan tuduhan zina.
Dari macam-macam dosa tersebut merupakan dosa besar
yang sudah menjadi biasa dilakukan oleh masyarakat umum. Dosa tersebut merupakan dosa yang
besar dan pastinya mempunyai hukuman yang berat bagi pelakunya, baik hukuman di
dunia maupun di akhirat kelak yang tidak dapat seorangpun yang dapat mengelak
dari hukum Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Abuidah,
Darwis Abu. 2012. Tafsir Al-Asas.
Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar:
Kamal,
Abu Malik. 2011. Shahih Fikih Sunnah
Lengkap. Jakarta: Pustaka Azzam.
Syafe’i, Rachmat. 2000. Al-Hadis (Akidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum.
Bandung: Pustaka Setia.
Syamsuddin, Sahiron. 2011. Al-Qur’an dan
Isu-isu Kontemporer. Yogyakarta: Elsaq Press.
[1] Rachmat Syafe’i, Al-Hadis, (Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan
HUkum), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 94
[2] Ibid, hal. 95.
[3] Ibid, hal. 100.
[4] Ibid, hal. 101.
[5] Ibid, hal. 103.
[6] Sahiron Syamsudin, Al-Quran dan Isu-isu Komtemporer,
(Yogyakarta: Elsaq Press, 2011), hal 441.
[7] Darwis Abu Abuidah, Tafsir Al Asas. (Jakarta Timur: Kautsar,
2012), hal 307.
[8] Rachmat Syafe’i, Al-Hadis, (Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan
HUkum), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 107.
[11] Abu Malik Kamal, Shahih Fikh Sunnah Lengkap, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2011), hal.105.
[12] Sahiron Syamsuddin, Al-Quran dan Isu-isu Komtemporer,
(Yogyakarta: Elzaq Press, 2011) hal. 198