Sabtu, 26 Mei 2018

Posted by Unknown |

A.    Pendahuluan
Dosa adalah perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik secara sengaja maupun tidak sengaja yang menyimpang dari ketentuan Allah SWT. Dosa dibagi menjadi dosa kecil dan dosa besar. Dosa kecil merupakan dosa yang kecil skalanya dan mendapat balasan yang juga kecil. Sedangkan dosa besar merupakan dosa yang besar skalanya dan mendapat balasan setimpal juga.
Sebagai muslim yang baik, kita harus senantiasa menjaga perbuatan kita supaya terhindar dari perbuatan-perbuatan yang menjadi larangan Allah SWT. Untuk menghindari dari perbuatan dosa, kita selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dan meminta perlindungan-Nya dari godaan setan yang membujuk untuk melakukan dosa, baik dosa kecil maupun besar. Kali ini akan dibahas mengenai dosa besar yang sudah menjadi kebiasaan pada kehidupan masyarakat khususnya masyarakat muslim.

B.     Teks Hadis dan Terjemah.

                                حَدِيثُ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكَبَائِرِ، قَالَ: «الإِشْرَاكُ بِاللهِ، وَعُقُوقُ الْوالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَشَهادَةُ الزّورِ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ     
      Terjemah:
“Ĥadīś riwayat Anas rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam ditanya tentang kaba’ir (dosa-dosa besar). Maka Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua, membunuh orang dan bersumpah palsu” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2459).”

حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «اجْتَنِبُوا السَّبْعَf الْمُوبِقَاتِ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَما هُنَّ؟ قَالَ: «الشِّرْكُ بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِناتِ الْغافِلَاتِ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾
Terjemah:

“Ĥadīś riwayat Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu dari Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu’min yang suci berbuat zina”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2560)”

C.     Arti Kosa Kata atau Kata Kunci :

Kosa Kata
Arti
Kosa Kata
Arti
الْكَبَائِرِ
Dosa-dosa besar
التَّوَلِّي
Berpaling/melarikan diri
عُقُوقُ
Durhaka
يَوْمَ الزَّحْفِ
Waktu perang
الزّور
Palsu/miring
قَذْفُ
Menuduh


الْمُحْصَنَاتِ
Wanita yang sudah menikah


D.    Syarah atau Penjelasan Hadis
·         Hadis pertama;
Dalam hadis di atas diterangkan empat macam dosa besar, yaitu menyekutukan Allah, durhhaka kepada orang tua, membunuh jiwa manusia tanpa hak, dan menjadi saksi palsu. Dibawah ini akan di jelaskan secara singkat.

1.      Syirik (menyekutukan Allah)
Menurut bahasa, syirik brarti persekutuan atau bagian, sedangkan menurut istilah agama adalah mempersekutukan Allah SWT dengan selain Allah (makhluk-Nya). Sebagian ulama berpendapat bahwa syirik adalah kufur atau satu jenis kekufuran.
Syirik dalam pembahasan ini adalah syirik besar bukan syirik keci (riya), syirik di sini adalah mempersekutukan Allah dengan selain-Nya, yaitu memuja-muja dan menyembah makhluk-Nya seperti pada batu besar, kayu, matahari, bulan, nabi, kyai (alim ulama), bintang, raja dan lain-lain. [1]
Syirik dikategorikan sebagai dosa paling besar yang tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Allah berfirman:

إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ ..


Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni orang yang menyekutukan-Nya dan Tuhan mengmpuni dosa selain itu bagi orang yang di kehendaki oleh-Nya. (Q.S. An-Nisa: 48)

2.      Durhaka terhadap Kedua Orang Tua.
Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya berarti telah melakukan dan ia akan mendapat hukuman berat di hari kiamat nanti. Bahkan, ketika hidup di dunia pun, ia akan mendapat azab-Nya.
Alah SWT mewajibkan setiap anak untuk berbakti kepada ibu-bapaknya. Bagaimanapun keberadaan seseorang di muka bum tidak terlepas dari peran ibu dan bapaknya. Ibunya yang telah mengandung dan bapaknya lelah untuk membiayai anaknya.

Allah SWT berfriman:

وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَىَّ الْمَصِيرُ
Artinya:
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya. Ibunya telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanyalah kepada-Kulah kamu semuanya kembali.”
(Q.S. Lukman: 14)
Setiap anak tidak boleh menyakiti kedua ibu bapaknya, baik dengan perkataan maupun perbuatan, baik secara langsung maupun tidk langsung. Bahkan, dalam Al-Quran disebutkan bahwa seorang anak tidak boleh mengatakan “ah”,
Dalam Al-Quran banyak sekali ayat yang menerangkan keharusan berbuat baik terhadap orang tua. Menurut Ibn Abas, dalam Al-Quran ada tiga hal yang selalu dikaitkan penyebutannya dengan tiga hal lainya, sehingga tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan lainya, yaitu:
a.    Taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
b.   Dirikan shalat dan keluarkan zakat.
c.  Bersyukur kepada Allah dan kedua orang tua.
Hal itu menandakan bahwa peran dan kedudukan orang tua sangat tinggi di hadapan Allah SWT.
Allah SWT sangat murka terhadap orang yang menyakiti orang tuanya sendiri dan mengharamkannya untuk masuk surge meskipun I sangat rajin beribadah. Sebagaimana kisah seorang sahabat yang mengalami kesulitan untuk meninggal dunia karena ibunya murka kepadanya dan setelah ibunya memaafkan dosa anaknya, setelah Rasulullah SAW berkata kepadanya bahwa anaknya akan dibakar, sahabat terebut meninggal dengan mudah.
Setiap anak harus selalu ingat bahwa pengorbanan kedua orng tuanya sangatlah besar, bahkan tidak mungkin dapat dibalas dengan harta sebesar apapun. Alangkah kejam dan tidak berakalnya orang yang berani menyakiti hati kedua orang tuanya sendiri.
Tidak heran, jika Allah SWT, memberikan keistimewaan kepada setiap orang tua, terutama seorang ibu yang disakiti oleh anak sendiri dengan mengabulkan doanya. Dengan demikian, jika orang tuanya mendoakan agar anaknya celaka, sang anak dipastikan akan celaka.[2]

3.      Membunuh Jiwa Manusia
Maksud membunuh dalam pembahasan ini adalah jiwa yang diharamkan tanpa hakndengan sengaja (Q.S. 25: 68-70). Orang yang berbuat seperti itu akan dimasukkan ke neraka Jahanam dan kekal di dalamnya. Sebagaimana firman Allah:
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
Artinya:
“Barang siapa yang membunuh orang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.”
(Q.S. An-Nisa: 93)

Sebagaimana halnya perbuatan musyrik, membunuh orang ukmin dengan sengaja juga termasuk dosa yang kemungkinan besar tidak akan mendapat ampunan-Nya. [3]

4.   Kesaksian Palsu
Maksud dari kesaksian palsu adalah orang yang berdusta ketika diminta oleh hakim untuk menerangkan suatu kejadian yang ia ketahui sehubungan dengan pengadilan terhadap seseorang. Kesaksian dalam suatu pengadilan sangat penting karena sangat membantu hakim dalam memutuskan perkara sehingga keputusannya adil dan hak-hak orang lain tidak terampas atau teraniaya. Dengan demikian, orang yang bersaksi palsu sesungguhnya telah merusak hak orang lain untuk mendapat keadilan. Orang yang bersaksi palsu diancam dengan siksaan pedih. Oleh karena itu, diharuskan untuk menjauhinya, [4]
sebagaimana firman-Nya:
فاجتنبوا الرجس من الاوثان واجتنبوا
Artinya:
“..Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.’
(Q.S. Al-Hajj: 30)

E.     Syarah atau Penjelasan Hadis
·         Hadis kedua;
Dalam hadis di atas diterangkan empat macam dosa besar, yaitu berbuat sihir, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari perang (jihad), menuduh wanita mukminat yang baik-baik (berkeluarga) dengan tuduhan zina. Dibawah ini akan di jelaskan secara singkat.

1.      Berbuat sihir
Sihir yang dimaksud dlam bahasan ini adalah tata cara yang bertujuan merusak rumah tangga orang lain atau menghancurkan orang lain dengan jalan meminta bantuan kepada setan. Hl ini termasuk perbuatan terlarang dan dosa besar. Orang yang sering melakukan sihir pun termasuk golongan orang-orang yang tidak dapat masuk surga. [5]
Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Ada tiga golongan yang tidak dapat masuk surga, yaitu peminum khamar, orang ynag memutuskan hubungan tali persaudaraan, dan orang yang membenarkan sihir.” (H.R Ahmad dan Hakim)
2.         Memakan harta riba
Riba menurut bahasa adalah tambahan, sedangkan mengenai definisi riba menurut syara’, secara umum riba diartikan sebagai untang-piutang atau pinjam-meminjam uang atau barang yang disertai dengan tambahan bunga.
Menurut Syamsuddin (2011: 440), riba adalah kelebihan sepihak yang dilakukan oleh salah satu dari dua orang yang bertransaksi.[6]
     Agama Islam dengan tegas melarang umatnya memakan riba. Sebagaimana firman-Nya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (Q.S. Ali-Imran:130).
Orang-orang yang memiliki komitmen tinggi terhadap islam, tidak pernah meragukan sedikit pun semua produk hokum yang ada didalamnya karena mereka meyakini bahwa Allah yang telah memberikan tuntunan dan pedoman adalah zat yang telah menciptakan mereka, yang mengatur mereka. Allah mengharamkan riba, bagi seorang yang beriman kepada-Nya berkeyakinan bahwa itulah yang terbaik untuknya dan masyarakat-Nya. Pengharaman riba paling tidak menimbulkan faidah, jika larangan itu tetap dilanggar, pasti akan menimbulkan banyak resiko.[7]
3.      Memakan harta anak yatim
Anak yatim adalah anak yang ditinggal mati ayahnya ketika ia masih kecil atau dengan kata lain ditinggal mati oleh orang yang menanggung nafkahnya. Karena dalam islam penanggung jawab untuk mencari nafkah adalah ayah.
Memakan harta anak yatim dilarang apabila dilakukan secara zalim, seperti firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Artinya:
“sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api neraka sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (Q.S. An-Nisa; 10)
Islam sangat memperhatikan nasib anak yatim. Allah SWT memberikan pahala yang besar kepada siapa saja yang memelihara anak yatim. Nabi akan berada di sisi orang yang memelihara anak yatim dan jarak antara beliau dengannya bagaikan antara dua jari. Selain itu Allah SWT akan mencukupkan orang yang memelihara anak yatim, dan menjanjikan pahala surga. [8]
4.      Melarikan diri dari perang (jihad)
Islam mewajibkan umatnya untuk memelihara, menjaga, mempertahankan, dan membela agamanya. Sebagaimana firman-Nya
وَمَن يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلاَّ مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَآءَ بِغَضَبٍ مِّنَ اللهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Artinya:
“Barang siapa membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukann lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah. Dan tempatnya ialah neraka jahanam, dan amat buruklah tempat kediaman itu.” (Q.S. Al-Anfal: 16)

Orang yang lari dari perang (jihad) telah menipu dirinya sendiri dan telah berkhianat kepada Allah SWT. Dan ia dianggap tidak lagi meyakini kemahakuasaan Allah SWT. Yang senantiasa menolong setiap hamba-Nya yang sedang berjuang menegakkan agama Allah SWT. Oleh karena itu meninggalkan medan jihad tanpa alas an yag dapat diterima akal termasuk dosa besar dan pelakunya akan mendapat azab Allah SWT.[9]
5.         Menuduh wanita mukminat yang baik-baik (berkeluarga) dengan tudahan zina.
Perempuan baik-baik dalam Islam ialah seorang mukminat yang senantiasa taat kepada Allah SWT dan menjaga kehormatannya dari perbuatan keji (zina). Apabila wanita seperti itu dituduh zina tanpa disertai syarat yang ditetapkan syara’, seperti mendatangkan saksi dan menyaksikan dengan kepala sendiri, maka penuduhnya wajib didera delapan puluh kali dan kesaksiannya tidak boleh diterima selama-lamanya. [10]
Allah berfirman:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَآءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلاَتَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya:
“dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, an janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik” (Q.S. An-Nur: 4)
Menurut Kamal, orang yang menuduh seorang muslim melakukan perzinaan atau perbuatan yang mengarah kepada perbuatan zina seperti mengingkari nasab yang terpelihara dari bapaknya dan tidak mampu membuktikan dakwaannya, maka Allah SWT menetapkan tiga hukuman kepadanya sesuai dengan nash Al – Quran yang jelas dan dapat dijadikan pedoman.[11]
Menurut Syamsuddin, Azab Allah akan datang pada negeri yang didalamnya terdapat orang-orang yang banyak berbuat maksiat. Untuk itu saling mengingatkan dalam kebaikan agar terhindar dari azab Allah adalah sebuah keniscayaan bagi manusia. [12]



F.      Kesimpulan
Dosa besar diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1.      Menyekutukan Allah SWT.
2.      Syirik (menyekurtukan Allah).
3.      Durhaka terhadap orang tua.
4.      Membunuh jiwa manusia.
5.      Berbuat sihir.
6.      Memakan harta riba.
7.      Memakan harta anak yatimmelarikan diri dari perang.
8.      Menuduh wanita mukminat yang baik-baik dengan tuduhan zina.
Dari macam-macam dosa tersebut merupakan dosa besar yang sudah menjadi biasa dilakukan oleh masyarakat umum. Dosa tersebut merupakan dosa yang besar dan pastinya mempunyai hukuman yang berat bagi pelakunya, baik hukuman di dunia maupun di akhirat kelak yang tidak dapat seorangpun yang dapat mengelak dari hukum Allah.













DAFTAR PUSTAKA

Abuidah, Darwis Abu. 2012. Tafsir Al-Asas. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar:
Kamal, Abu Malik. 2011. Shahih Fikih Sunnah Lengkap. Jakarta: Pustaka Azzam.
Syafe’i, Rachmat. 2000. Al-Hadis (Akidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum. Bandung: Pustaka Setia.
Syamsuddin, Sahiron. 2011. Al-Qur’an dan Isu-isu Kontemporer. Yogyakarta: Elsaq Press.



[1] Rachmat Syafe’i, Al-Hadis, (Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan HUkum), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 94
[2] Ibid, hal. 95.
[3] Ibid, hal. 100.

[4] Ibid, hal. 101.
[5] Ibid, hal. 103.
[6] Sahiron Syamsudin, Al-Quran dan Isu-isu Komtemporer, (Yogyakarta: Elsaq Press, 2011), hal 441.
[7] Darwis Abu Abuidah, Tafsir Al Asas. (Jakarta Timur: Kautsar, 2012), hal 307.
[8] Rachmat Syafe’i, Al-Hadis, (Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan HUkum), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 107.

[9] Ibid, hal. 109.
[10] Ibid, hal. 109
[11] Abu Malik Kamal, Shahih Fikh Sunnah Lengkap, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), hal.105.
[12] Sahiron Syamsuddin, Al-Quran dan Isu-isu Komtemporer, (Yogyakarta: Elzaq Press, 2011) hal. 198

0 komentar:

Posting Komentar